JALAN-JALAN YUUKK!! KE SULAWESI TENGAH

Taman Nasional Lore Lindu
Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu lokasi perlindungan hayati terpenting di Pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Tengah. Taman Nasional Lore Lindu terletak sekitar 60 km selatan Kota Palu dan menjadi daerah tangkapan air bagi         3 sungai besar di Sulawesi Tengah yaitu Sungai Lariang, Sungai Gumbasa dan Sungai Palu. Luas Taman Nasional Lore Lindu sekitar 217.991 ha dengan ketinggian tempat bervariasi antara 200 sampai dengan 2.610 meter di atas permukaan laut.
Taman Nasional Lore Lindu memiliki fauna dan flora endemik Sulawesi serta panorama alam yang menarik karena terletak di garis Wallacea yang merupakan wilayah peralihan antara zona Asia dan Australia. Fauna seperti anoa, babi rusa, rusa, kera hantu, kuskus marsupial dan binatang khas lainnya hidup di taman ini. Taman Nasional Lore Lindu juga memiliki paling tidak 5 jenis bajing endemik, dan sedikitnya 55 jenis kelelawar serta lebih dari 230 jenis burung termasuk maelo dan enggang Sulawesi (rangkong atau burung allo).

Patung-patung megalit yang usianya mencapai ratusan bahkan ribuan tahun tersebar di kawasan Taman Nasional Lore Lindu seperti di Lembah Napu, Besoa dan Bada. Patung-patung tersebut merupakan monumen batu terbaik diantara patung-patung sejenis di Indonesia. Ada 5 klasifikasi patung berdasarkan bentuknya:
  1. Patung batu, patung ini biasanya memiliki ciri manusia, tetapi hanya kepala, bahu dan kelamin.
  2. Kalamba, peninggalan megalit yang banyak ditemukan dan menyerupai jambangan besar, kemungkinan tempat persediaan air atau tempat menaruh mayat pada upacara penguburan.
  3. Tutu’na, piringan-piringan dari batu, kemungkinan besar penutup kalamba.
  4. Batu Dakon: batu-batu berbentuk rata sampai cembung yang menggambarkan saluran-saluran, lubang-lubang tidak teratur dan lekukan-lekukan lain.
  5. Lainnya, mortar batu, tiang penyangga rumah dan beberapa bentuk lain.

Wisata Tirta/Bahari
- Taman laut Teluk Tomori, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali
- Taman Laut Tanjung Api, Kecamatan Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una
- Pantai Pasir Putih Siuri Danau Poso, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso

Danau Poso di Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso merupakan salah satu primadona objek wisata di Sulawesi Tengah. Letaknya sangat strategis di jantung Pulau Sulawesi dan mudah di jangkau dengan transportasi darat (jalur Trans Sulawesi). Danau Poso adalah perpaduan panorama pegunungan dan danau yang indah dan berhawa sejuk karena terletak pada ketinggian 650 meter di atas permukaan laut. Airnya jernih sepanjang tahun dengan pantai yang berpasir putih. Di sekitar Danau Poso masih terdapat beberapa objek wisata lainnya yang cukup menarik antara lain air luncur bertingkat 12 Saluopa, Air Terjun Sulewana, Taman Anggrek Hitam Bancea dan Goa Pamona.

- Taman Laut Kepulauan Togian, Kabupaten Tojo Una-Una

Taman Laut Kepulauan Togian terletak di Kecamatan Walea Kepulauan, adalah merupakan salah satu kawasan yang banyak menarik kunjungan wisatawan mancanegara karena keindahan alam kepulauan dan taman bawah laut.

- Pantai Pasir Putih Tanjung Karang, Kabupaten Donggala

Pantai Pasir Putih Tanjung Karang Donggala adalah pemandangan pantai pasir putih perpaduan panorama pegunungan dan taman laut yang sangat indah serta menarik.



salah satu senjata tradisional dikota Palu

Parang (Guma)


Kesenian dikota Palu

Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrume seperti suling, gong dan gendang. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat – waino – musik tradisional – ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival.
Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II.



Budaya yang terdapat di kota Palu

Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.
Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk, dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti nampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan.
Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.
Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat.


Penduduk Asli/Suku Asli Palu (Sulawsei Tengah)
Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
  1. Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala dan kota Palu
  2. Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Donggala
  3. Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
  4. Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
  5. Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
  6. Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
  7. Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
  8. Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
  9. Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
  10. Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
  11. Etnis Bare’e berdiam di kabupaten Touna
  12. Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
  13. Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
  14. Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
  15. Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
  16. Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
  17. Etnis Dondo berdiam di [Dondo[kabupaten Tolitoli]]
  18. Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
  19. Etnis Dampelas berdiam di [[kabupaten Donggala]
Disamping 12 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da’a di Donggala, suku Wana di Morowali, suku Seasea di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah Sulawesi Tengah adalah Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur. Jumlah penduduk di daerah ini sekitar 2.128.000 jiwa yang mayoritas beragama Islam, lainnya Kristen, Hindu dan Budha. Tingkat toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, kelapa, kakao dan cengkeh merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.
Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur dan tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.

Rumah Adat yang terdapat di kota Palu

Banua Mbaso Palu

Banua Mbaso letaknya ditengah pusat kota Kaledo (Palu) – Sulawesi Tengah, Kecamatan Palu Selatan, dan merupakan situs sejarah yang terdapat di Tana Kaili ini..
Banua MbasoBanua Mbaso / Banua Oge atau lebih sering disebut Sou Raja (bahasa daerah kaili yang artinya Rumah Besar atau Pondok Raja) , didirikan sekitar 115 tahun silam, yang berukuran 32 x 11,5 m dan dibangun oleh Raja Palu Jodjokodi sekitar 1892, dan merupakan tempat tinggal sang Raja beserta keluarganya, sekaligus berfungsi sebagai pusat pemerintahan kerajaanwaktu itu.
Rumah panggung ini merupakan paduan arsitektur gaya Bugis (Sulawesi Selatan) dan Kalimantan Selatan, dimana memiliki 36 buah tiang penyangga rumah bagian induk dan gandaria (Teras) termasuk 8 buah tiang bagian dapur.
Banua Mbaso

Wisata Kota Palu

Dombu

Gunung Gawalise di barat kota Palu, kabupaten Donggala, berpotensi sebagai obyek wisata alam dan budaya yang menarik. Gunung Gawalise berjarak ± 34 kilometer dari Palu dan dapat ditempuh oleh kendaraan roda empat dalam kurun waktu ± 1 jam 30 menit. Di gunung Gawalise terdapat desa Dombu yang terletak di ketinggian dan berhawa sejuk. Desa lainnya adalah desa Matantimali, desa Panasibaja, desa Bolobia dan desa Rondingo.
Desa-desa ini didiami oleh suku Da’a. Suku Da’a merupakan sub-etnis suku Kaili yang mendiami daerah pegunungan. Di desa-desa ini dapat disaksikan atraksi sumpit yang diperagakan oleh warga setempat. Rumah di atas pohon masih ditemukan di desa Dombu sampai sekarang.
Di Gunung Gawalise dapat dilakukan hiking/trekking dengan rute-rute Wayu – Taipanggabe – Dombu – Wiyapore – Rondingo Kayumpia/Bolombia – Uemanje dalam waktu kurang dari 1 minggu.





Pantai Talise Palu
Pantai Talise merupakan obyek wisata bahari dengan memiliki panorama indah hamparan teluk dan pegunungan yang begitu mempesona. Selain itu, pantai ini sangat cocok untuk kegiatan olah raga, seperti: berenang, selancar angin (wind surfing), sky air, menyelam, memancing, dan lain sebagainya
Pantai Talise sebagai tempat tamasya adalah pilihan yang paling murah dan mudah karena selain tidak memerlukan biaya, lokasinya teramat mudah untuk dicapai yaitu ditengah kota dan akses jalan yang sudah teraspal .
Keberadaanya yang dekat dengan pusat kota menjadikan pantai ini banyak dikunjungi oleh pendatang maupun masyarakat Palu sendiri. Berkunjung di siang hari agak kurang cocok, karena cuaca di Palu umumnya terik dan angin bertiup sangat kencang saat jam 12 siang lewat.
Pemandangan indah di Pantai Talise saat matahari menjelang terbit. Pantai ini enak dikunjungi saat sore hari menjelang matahari terbenam dan saat sore sambil menikmati makanan kecil dan minuman berupa pisang goreng, pisang eppe, jagung, teh/kopi, sarabba.  Disore dan malam hari juga dijadikan tempat rekreasi keluarga dan kaum muda-mudi
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar